Cari Blog Ini

Jumat, 04 Februari 2011

Waspadai Kecanduan Internet Yang Sangat Berbahaya

Kecanduan internet dengan berbagai aplikasinya dalam kadar yang menggelisahkan patut diwaspadai. Sebelum ada anggota keluarga yang terjerat, intervensi harus segera dilakukan.
”Kecanduan membuat semuanya tak terkontrol, yang salah satunya berdampak pada situasi antisosial yaitu ketidak mampuan untuk menghargai hak-hak orang lain,” kata guru besar emeritus Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Fawzia Aswin Hadis, dalam simposium ”Mengantisipasi Problema yang Berhubungan dengan Adiksi Internet” yang diadakan Forum Komunikasi Rumah Sakit Jiwa Swasta/ Praktik Kedokteran Jiwa Swasta di Jakarta, Sabtu (13/12).
Adiksi atau kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tak mampu lepas dari keadaan itu. Seseorang yang kecanduan merasa ada yang hilang dari hidupnya apabila tak memenuhi hasrat kebiasaannya untuk mengakses internet mulai dari sekedar melihat friendster, facebook hingga chatting.
Kecanduan internet di antaranya terjerat situs jejaring sosial seperti friendster, facebook, games, akses situs porno, akses bermacam informasi, serta aplikasi lain. Pencandu tidak dapat mengontrol diri sehingga mengabaikan kegiatan lainnya. Umumnya, pencandu asyik sehingga lupa waktu, sekolah, pekerjaan (meskipun pecandu tersebut berada dikantor tetapi tidak mengerjakan pekerjaannya secara optimal), lingkungan sekitarnya, hingga kewajiban lain.
”Itu terjadi karena yang bersangkutan memperoleh kesenangan, kenyamanan, dan keasyikan dari aplikasi internet yang diaksesnya,” kata Fawzia. Jika internet membantu seseorang menghilangkan stimulus tak menyenangkan yang dihadapinya, ia akan terus mengulanginya hingga kecanduan.
Tak heran bila sebagian besar pencandu internet adalah mereka yang senang bergaul, ingin selalu menjadi pusat perhatian, memiliki kepercayaan diri rendah karena fisik yang kurang cantik atau tampan atau karena merasa bodoh. Pasalnya, mereka akan tetap eksis tanpa siapa pun (komunitas virtualnya) tahu siapa dirinya hingga mereka merasa selalu menjadi pusat perhatian.
Praktisi psikiater anak Elijati D Rosadi SpKJ (K) mengatakan, hampir semua pasien yang dibawa kepadanya sudah masuk tahap kecanduan. Anak-anak itu memiliki kebiasaan berbohong akut atau intelegensia serta kemampuan berpikir  yang sangat lemah.
Pencandu yang dipicu konflik keluarga mengaku kepada komunitas virtualnya, ia tak butuh keluarga lagi.
Menurut pernyataan para psikiater yang hadir, tren pasien kecanduan internet pada anak terus meningkat cepat dalam dua tahun terakhir. Demikian diungkapkan psikiater anak RSCM, Ika Widyawati SpKJ (K), dan psikiater anak Rumah Sakit Jiwa Bandung, Lelly Resna SpKJ (K).
Menurut para psikiater anak, kecanduan itu dapat dicegah jika orangtua dan orang dewasa berperan aktif. ”Berikan pemahaman untung ruginya atau konsekuensi sesuai umur masing-masing. Internet terbukti sangat bermanfaat selama masih bisa kita kontrol,” kata psikiater Richard Budiman SpKJ, pengelola Sanatorium Dharmawangsa, tempat puluhan psikiater praktik.
Orangtua dan anak-anaknya pun bisa membuat kesepakatan bersama mengenai waktu dan lama mengakses internet. Situs dan jenis permainan yang diakses pun patut diketahui orangtua. Pembiaran hanya akan membuat kecanduan menjadi soal waktu.
Sebagian besar peserta sepakat bahwa melarang anak sama sekali mengakses internet bukan solusi karena sebagai orang tuapun mereka sangat butuh akses internet selain internet mudah diakses di mana-mana dengan tarif terjangkau.
Pengobatan bagi yang kecanduan tidak harus selalu dilakukan dengan obat-obatan psikotorpika karena justru akan semakin membuat pecandu beralih dari kecanduan internet menjadi kecanduan obat antidepresi. Pengobatan yang paling manjur adalah dengan mengembangkan sikap peduli semama, rajin berdoa dan berderma serta ikut kegiatan-kegiatan yang berbau sosial seperti mengunjungi panti asuhan, panti jompo dan lain lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar